
Wartagereja.com – Jakarta | DBKat – Konflik bernuansa agama merupakan salah satu konflik sosial yang memiliki potensi merusak tatanan kehidupan sosial. Realita ini akan semakin tak terkendali jika peliputan dan publikasi tidak proposional.
Isu ini diangkat dalam Bedah Modul Pedoman Peliputan Media Toleran yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI di Batu Layang Bogor (11/12).
Penyusunan modul ini merupakan upaya agar insan media memiliki keberpihakan dan semangat bersama dalam menguatkan toleransi dan moderasi beragama. Kementerian Agama dan awak media adalah mitra strategis. Insan media hendaknya berkontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk membangun kondusifitas sosial.
Hal ini disampaikan Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo di hadapan puluhan jurnalis dan Pranata Humas Kemenag yang hadir pada Bedah Modul Pedoman Peliputan Media Toleran tersebut.
Wibowo menegaskan, “Peliputan konflik keagamaan tidak mudah karena ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi jurnalis. Oleh karena itu, Kementerian Agama mencoba menyusun modul ini.” Pedoman ini, lanjut Wibowo, diharapkan dapat meminimalisir potensi kesalahan dalam peliputan konflik keagamaan.
“Ini sekaligus menjadi sumbangsih Kemenag membantu Dewan Pers untuk memberikan panduan bagi media dalam meliput konflik keagamaan,” imbuhnya.
Bedah Modul menghadirkan juga narasumber Anggota Dewan Pers Atmaji Sapto Anggoro dan pemerhati sosial, Savic Ali.
Sapto mengapresiasi upaya yang dilakukan Kemenag. Sapto berpesan agar setiap liputan hendaknya mempelajari secara benar latar belakang peristiwa terkait isu kebangsaan. Setiap jurnalis hendaknya memiliki sensitivitas serta mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi ketika memberitakan isu keberagaman.
Sapto juga menegaskan agar dalam peliputan masalah konflik keagamaan, seorang jurnalis memegang teguh independensi dan memiliki kesamaan visi dengan Pemerintah dalam membangun kondisi sosial yang harmonis, aman, dan berperikemanusiaan jauh dari konflik bernuansa agama.
Sementara, pemerhati sosial Savic Ali, menyatakan peliputan konflik keagamaan perlu memerhatikan beberapa hal. Di antaranya pemilihan sumber dan narasumber, perspektif HAM, serta pengetahuan jurnalis terhadap nilai-nilai lokal.

Bimas Katolik turut ambil bagian dalam Bedah Modul tersebut. Hal ini menunjukkan komitmen Bimas Katolik sebagai salah satu unit eselon I Kementerian Agama siap melaksanakan berbagai program prioritas Kementerian Agama.