
Wartagereja.com – Nusa Dua, DBKat | Ketua Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr. Ewaldus Martinus Sedu hadir sebagai narasumber pada Koordinasi Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) di Nusa Dua, Bali, Selasa (20/12). Mgr. Ewald yang juga Uskup Keuskupan Maumere ini bicara spiritualitas pendidik SMAK menghadapi zaman disrupsi.
Uskup berpesan agar para pendidik tidak kehilangan arah dalam menghadapi zaman yang serba maju. Pendidik tidak saja meneruskan informasi pengetahuan, tetapi lebih dari itu menanamkan nilai-nilai iman kristiani.
Lebih lanjut, Uskup Ewald menyinggung dokumen Instrumentum Laboris (2015) Menurutnya, dokumen ini menghadirkan pedoman praktis dan sangat humanis pada realitas kehidupan masyarakat majemuk dewasa ini.
“Semua kita bersama-sama terpanggil untuk mendidik di masa kini dan masa depan dengan semangat yang diperbarui,” ungkapnya.
Gereja Katolik, menurut Ketua Komisi Pendidikan KWI ini, terpanggil untuk membangun sebuah kesadaran iman yang utuh dan mendalam bagi generasi muda, dan karenanya pendidikan agama Katolik harus menjadi perhatiannya.
Mengutip Gravissimum Educationis artikel 3 secara tegas Uskup menjelaskan bahwa Gereja Katolik menghormati pendidikan dan pembentukan iman kristiani dalam setiap lembaga pendidikan seraya mendampingi dan meneguhkan pendidikan yang benar sesuai ajaran Katolik.
Selanjutnya, pembentukan manusia seutuhnya melalui penyempurnaan kepribadian peserta didik terus menerus digalakkan oleh dunia pendidikan dan Gereja terpanggil untuk mengawal pemanusiaan manusia ini, agar iman kristiani sungguh-sungguh menjiwai dan menginspirasi dalam situasi zaman yang semakin terpola oleh sekularisasi peradaban.
Uskup Ewald mengingatkan agar Lembaga Pendidikan Katolik terus berjalan menuju masa depan dan melewati masa sekarang yang sungguh dinamis, dan pada satu sudut perkembangannya, insan beriman Katolik ditantang untuk memurnikan identitas Lembaga Pendidikan Katolik itu.
Singgung soal merdeka belajar, Uskup mengatakan merdeka belajar menjadi sebuah filosofi gebrakan pembaharuan yang pada salah satu sisi dobraknya menghadirkan harapan. Oleh karena itu, menurutnya Lembaga Pendidikan Katolik tidak boleh tinggal diam menanggapi kemajuan isu pendidikan nasional dan standar perundang-undangannya yang baru.
Terakhir, Uskup menegaskan bahwa pendidikan selalu menjadi tema besar yang selalu digagas dan dibahas oleh begitu banyak pemerhati dan pelaku dunia pendidikan. Ada kegelisahan dan kecemasan, serentak ada harapan dan optimisme.
“Kita perlu duduk bersama, untuk merumuskan dan menerapkannya sesuai dengan konteks kehidupan masing-masing. Ketika kita sekalian berjuang untuk memajukan pendidikan di sekolah-sekolah, dengan standar pendidikan nasional, Gereja pun mau tidak mau, harus kembali merumuskan identitas kekatolikan dalam dinamika pendidikan nasional,” tutupnya.