Belum lama ini ramai pemberitaan di media tentang banyaknya anak yang mengalami gagal ginjal. Kasus itu perlu menjadi perhatian bagi orang tua agar berhati-hati dan waspada dalam menjaga kesehatan diri dan anak.
Dokter spesialis anak Dr. dr. Rahmini Shabariah, Sp.A., yang juga dosen Universitas Jakarta (FKK ) mengatakan, saat ini belum ada laporan khusus yang menyatakan peningkatan jumlah kasus gagal ginjal pada anak.
Rahmini menerangkan hanya rumah sakit (RS) tipe A dan rumah sakit tertentu saja yang dapat melakukan hemodialisa pada anak karena keterbatasan dokter ahlinya , sumber daya manusia serta sarana prasarana.
Namun, kasus gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak awet77 di bawah 5 tahun pernah terjadi sekitar 2022 hingga 2023. Kasus itu terjadi akibat pengaruh etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam sediaan obat sirup tertentu yang sudah ditindaklanjuti oleh , , dan instansi terkait lainnya.
Wakil Dekan I FKK UMJ ini menjelaskan terdapat dua jenis penyakit ginjal pada anak. yaitu PGA (penyakit ginjal akut) yang biasanya terjadi secara mendadak dalam waktu singkat. Dengan pengobatan penyebab dasar gangguan, dan dilakukan lebih awal, maka umumnya jenis penyakit ginjal ini dapat pulih sepenuhnya tidak meninggalkan gejala sisa.
Dua, penyakit ginjal kronik (PGK) yang gejalanya menetap selama lebih dari tiga bulan hingga sampai seumur hidup. Kerusakan ginjal yang terjadi dengan atau tanpa penurunan fungsi ginjal yang diketahui melalui dukungan pemeriksaan laboratorium, radiologi hingga pemeriksaan jaringan biopsi ginjal.
PGK dibagi menjadi beberapa stadium berdasarkan tingkat keparahan keruskan ginjal yang diukur melalui penilaian fungsi ginjal tertentu , mulai stadium satu hingga stadium lima .Jenis penyakit ginjal kronik stadium lima membutuhkan terapi cuci darah atau biasa disebut hemodialisa atau alternatif lainnya misalnya transplantasi ginjal.
Penyakit ginjal kronik dapat muncul karena beberapa faktor penyebab. Beberapa penyebab PGK yaitu kelainan ginjal bawaan, penyakit ginjal yang diturunkan secara genetik, penyakit ginjal yang didapat seperti penyakit sindrom nefrotik, penyakit ginjal akibat autoimun, penyakit ginjal akibat diabetes melitus, hipertensi, dan lain-lain.
Risiko yang dihadapi pengidap penyakit ginjal juga bergantung pada tingkat stadium yang menunjukkan keparahan fungsi ginjal. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain gangguan pertumbuhan atau gagal tumbuh, malnutrisi, anemia, hipertensi, gangguan keseimbangan garam dan basa, serta gangguan tulang.
“Angka kematian pada pasien yang dialisis atau cuci darah lebih tinggi dari pada pasien penerima transplantasi ginjal,” ungkap Rahmini.
Bukan hanya risikonya, pengobatan untuk anak dengan gagal ginjal juga bergantung pada tingkat stadium. Pengobatan bertujuan untuk memperlambat perburukan fungsi ginjal, mencegah dan mengobati komplikasi jangka panjang yang dapat dilakukan dengan mengganti fungsi ginjal dengan dialisis atau transplantasi ginjal bila ada indikasi.